Apakah anda kenal dengan beberapa ungkapan berikut? • Main di kunci C ; atau main di C ; atau main di A. • Mainnya di C ; atau mainnya di kunci A. • Main di A minor (Am), dan lain sebagainya.
Kalimat-kalimat ini merupakan ungkapan yang sering dipakai ketika
seseorang bermain gitar / keyboard / piano. Maksud sebenarnya dari
ungkapan-ungkapan pendek diatas adalah : nada dasar yang digunakan,
misalnya: • Main di nada dasar C ; atau menggunakan nada dasar A, • Lebih spesifik, nada dasar A mayor atau A minor, dan nada lainnya. Ada juga ungkapan lain yang saya jumpai yaitu : • Nada “do”-nya dimana? – maksudnya adalah : dimanakah letak nada “do”? • Jawabannya adalah : • Semua nada bisa menjadi nada – “do” – tergantung dari nada dasar apa yang digunakan.
Nah, pemahamannya begini, saat seseorang bermain gitar atau piano
misalnya menggunakan nada dasar C mayor, maka, nada C inilah yang
berfungsi (menjadi/dijadikan) sebagai : nada “do” : penulisan yang
sering kita jumpai dalam notasi angka adalah : C=do / C=1; atau do=C /
1=C. Cara penyampaian lainnya mungkin begini : maksud dari Nada Dasar C adalah : nada C digunakan sebagai dasar (nada C adalah do). Tangga Nada
Didalam sebuah nada dasar, terdapat sejumlah nada yang tersusun secara
berjenjang, yang disebut sebagai Tangga Nada, atau yang sudah kita kenal
dengan solmisasi, seperti “do-re-mi-fa-so-la-si-do”. Sekarang,
disini terdapat dua jenis tangga nada yang umum digunakan, yakni Tangga
Nada Mayor dan Tangga Nada Minor. Catatannya adalah : Mayor selalu
diawali dengan nada do, sedangkan Minor selalu diawali dengan nada la.
• Apabila nada dasarnya – C mayor, maka nada C inilah yang menjadi nada
do (C=do / C=1; atau do=C / 1=C). Susunan nada-nadanya adalah : (gambar
A) • Atau, jika nada dasarnya – A mayor, maka nada A inilah yang
menjadi nada do (A=do / A=1; atau do=A / 1=A). Susunan nada-nadanya
adalah : (gambar B) • Bila nada dasarnya – A minor, maka nada A yang akan menjadi nada la (A=la / A=6; atau la=A / 6=A). Lihat Juga Video Berikut:
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.
Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.
Era sejarah
Tari bercorak prasejarah atau tari suku pedalaman
Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatera (Suku Batak, Nias, Mentawai), di Kalimantan (Suku Dayak, Punan,Iban), di Jawa (Suku Baduy), di Sulawesi (Suku Toraja, Suku Minahasa), di Kepulauan Maluku dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme).
Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan.[2] Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari Hudoq dalam suku Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti tari Tor-Tor dalam suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara. Tarian ini juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali, dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan tari keris juga melibatkan kondisi kesurupan.
Tari bercorak Hindu-Buddha
Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu seperti Ramayana, Mahabharatadan juga Panji menjadi ilham untuk ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet" dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi Prambanan, Yogyakarta; sementara sendratari yang bertema sama dalam versi Bali dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting terhadap mudra sebagaimana tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai, sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya dipercaya berasal dari masaMajapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal, tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma, dan Wishnu.
Di Bali, tarian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu Dharma. Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa Timur dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu. Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan penghormatan kepada tamu seperti tari pendet. Tari topeng juga sangat populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat dirunut berasal dari sejarah Kerajaan Kediri abad ke-12. Jenis taritopeng yang terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.
Tari bercorak Islam
Sebagai agama yang datang kemudian, Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam.
Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu dan Tari SamanAceh menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.
Keberagaman khasanah berkesenian di Indonesia, salah satunya turut pula menjadi daya tarik minat wisatawan manca negara untuk berkunjung ke tanah air. Di Sumatera Selatan ada seni musik dan lagu yang sering disebut irama "Batanghari Sembilan". Siapapun tahu apa musik Batanghari Sembilan, terutama mereka yang tinggal di Lampung, Palembang dan sekitarnya. Mungkin ada nama Sahilin dengan lagu populer dulu “Bujang Buntu“, atau nama Jeffry yang melantunkan lagu “Kaos Lampu“. Kalau mau tahu bagaimana dan seperti apa lagu Batanghari Sembilan, berikut kami contohkan lirik lagu “Kaos Lampu”
Inilah Lyric “Kaos Lampu” KAOS LAMPU Judul : Kaos Lampu Penyanyi: Jeffry &Desy Melfia Pencipta: Armadi Raga Bujang : Becincin Kau Jeriji, Lang Menari Lawan Kukunye Payu Bepikir Ni Kau Diri, Linjang Kujadi Lawan Jodohnye. 2x Gadis: Timpe Kemang Sakit Hasenye, Tambah Bincul Ditimpe Limus Ngape Dengan Oy Bujang Tue, Ngintikan Gadis Badan Tekuhus Bujang: Bukanye Senang Duduk Ditangge, Ciri Ku Duduk Jauh Pikiran Jangan Takut Membujang Tue, Tue Diluar Mude Didalam. 2x Gadis: Ketintang Membawe Taji, Kemane Ncakah Saungye Slop Jepang Dikde Tebeli, Jangan bemance bebini Due. 2x Bujang: Aku Nyangke Derian Tinggi. Rupenye Derian Masak Layu Aku Nyangke Nak Ngajak Jadi Aku Yang Tinggal Dibuat Malu. 2x Gadis: Ade Antan Masih Nak Lesung, Nutuk Hebuk Nak Ade Padi Marak’i Gadis Ngudutlah Puntung, Pantaslah Saje Gadis Belari. 2x Bujang: Terebang Burung Serindit, Hinggap Diranting Nagke Biarlah Tue Asal Beduit, Segale Gadis Galak Gale. 2x Gadis: Sangkah Pintau Luluk Keluang, Tegantung Luk Buah Labu Oy Mak Mane Gadis Nak Ribang, Hidangan Midang Bekate Buntu. 2x Bujang: Alangkah Panjang Ikuk Sapi, Sapi Adelah Diseberang Aku Heran Gadis Mak Ini, Rate-rate Mate Duitan. 2x Gadis: Celane Tukak Jahit Ngan Jahum, Teculak Buah Cungdire Bujang Tue Gadis Gi Maklum, Asak Kelepih Banyak Duitnya. Bujang: Kalu Mak Ini Kain Potongan, Dari Membeli Di Toko Cine Kalu Mak Ini Pecak Potongan, Pacaklah Jadi Bujang Tue. 2x Gadis: Ikuk Sawe Kepale Sawe, Melilit Sibemban Burung Sangkan Dikate Lah Bujang Tue, Lajulah Buruk Barang Tegantung. 2x Bujang: Masih Lemak Sibemban Burung, Bemban Banyak Dipinggir Laut Masih Lemak Burung Tegantung Buruk Tekapar Dimakan Semut. 2x Gadis: Jangan Nian Nyeberang, Kalu Katik Perahu Gadis & Bujang: Jangan Mendengar Salah Tanggapan, Buruk Tegantung Kaos Lampu. 2x
Diantara pelantun Irama Batanghari Sembilan, salah satunya yang sudah cukup terkenal bernama Sahilin. Semasanya, siapa yang tak kenal dia. Mulai dari orang tua hingga anak-anak pernah melihat ia manggung atau hanya sekedar tahu namanya. Bagi masyarakat pendukung Irama Batanghari Sembilan tidaklah asing mendengar nama Sahilin sebagai pelantunnya. Selama lebih kurang tiga puluh lima tahun dia mengabdikan dirinya kepada Irama Batanghari Sembilan menjadikan lelaki ini sebagai ikon pelantun lagu Batanghari Sembilan, Sumatera Selatan. Kesetiaanya terhadap Irama Batanghari Sembilan itu, sampai dia masih tetap bertahan dan hidup serta menafkahi keluarganya melalui petikan gitar tunggalnya. Tidaklah heran jika dari hasil kerja kerasnya dia telah membeli tanah dan membangun rumah di bilangan kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Gandus, Palembang. “Uang dari rekaman kaset pertama saya gunakan untuk beli tanah. Kaset kedua untuk membuat rumah panggung kayu. Penghasilan dari kaset ketiga untuk menikah dengan Asma tahun 1977. Penghasilan selanjutnya untuk menghidupi keluarga,” akunya kepada wartawan ketika di wawancarai. Dengan rasa serta sikap kesetiaan terhadap Irama Batanghari Sembilan itulah, membuat ayah dari tiga orang putra ini sangat dihormati serta dikagumi oleh para penggemarnya. Bahkan, Sahilin sangat menghargai dan memegang janji terhadap para penanggapnya. Pernah suatu ketika, seorang pegawai dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan menawarkan Sahilin untuk tampil di Jakarta atas keinginan Gubernur Sumatera Selatan, ketika itu dijabat oleh Ir. Syahrial Oesman. Tawaran pegawai Budpar itu ditolak karena pada hari pertunjukan berbenturan dengan acara perkawinan di Palembang. Sementara untuk tampil di acara perkawinan itu Sahilin sudah dipanjer sebesar tiga ratus ribu rupiah. Namun, pegawai Budapr itu tak menyerah, bahkan dia melipatgandakan honornya lebih dari tiga juta. Akan tetapi, Sahilin pun bersikeras menolak. Kejadian seperti itu memang sering dialami Sahilin. Bahkan, dia pernah menolak bayaran lima juta lantaran kesetiaannya terhadap pemesan yang sudah memberi uang muka. Padahal baru dipanjer Rp. 200 ribu. Tidak banyak memang seorang seniman yang bisa dan berhasil menjalankan kesetiaan terhadap dunia yang digelutinya, kecuali dia memang dilahirkan sebagai seniman sejati sebagaimana Sahilin dalam dunia musik. Atas kesetiaanya itulah, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) memberikan anugerah Maestro Seni Tradisi tahun 2008. Kemudian tahun 2009 dia menerima anugerah Batanghari Sembilan dalam kategori Pengabdian Sepanjang Masa yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Sumatera Selatan. Sahilin yang dilahirkan di Dusun Benawe, Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ini bisa memetik gitar karena dilatih ayahnya sendiri, Muhammad Saleh yang pernah menjadi tentara musik untuk Jepang. Kemampuannya berpantun sejak dia berusia remaja menjadi penunjang untuk petikan gitar yang memilikan keunikannya tersendiri meski terkesan pentatonis yang berpola empat per empat. “Beruntung aku pacak bergitar, ayahkulah yang ngajarinyo,” kenang Shilin ke masa silamnya. Masa silamnya memang memprihatinkan, betapa tidak ketika dia beranjak usia lima tahun kedua matanya mengalami kebutaan, sehingga dia merasakan kegelapan. Dalam kebutaan itulah Sahilin berupaya untuk dapat hidup mandiri, meski dia menyadari dia harus dituntun saat bejalan di luar rumah. Dalam setiap pertunjukan Irama Batanghari Sembilan, Sahilin harus selalu tampil berduet dengan perempuan sebagai pendamping yang sekaligus menghidupkan suasana. “Kalau tampil berdua suasana bisa hidup, apa lagi kalau lagunya penuh humor. Sebab dengan bersahut pantun pendengar bisa lebih mengerti,” kata Sahilin. Sebut saja Zainab, Robama, Layani, Solbani. Chadijah, dan Misah merupakan pasangan duet yang kerapkali turun naik panggung. Akan tetapi, rekan duet Sahilin itu tidak dapat lama bertahan. Siti Rohmah merupakan pasangan duet yang masih sering diajak ngamen keliling oleh Sahilin. Siti Rohmah yang memiliki vokal melengking ini sejak 1972 sampai puluhan tahun masih bertahan mendampingi Sahilin manggung.
a. Headstock (bagian Kepala) b. Tuning machine/keytone (untuk mengencangkan/ mengendorkan senar) c. Nut (penyangga Senar) d. Fingerboard(untuk meletakkan jari) e. Freit (pembatas antar fingerboard) f. Sound hole (lubang keluarnya suara) g. Bridge (penahan senar) h. Body (sumber suara) i. Pick guard (pelindung badan dari tekanan Pick (alat untuk memetik Gitar) Jenis-jenis Gitar saat ini ada Gitar Akustik, Gitar Electic, Gitar Bass Akord Pada Alat Musik Gitar